sektor

RCN

Jumat, 24 Oktober 2008

"DEWA"

Dewa (maskulin) dan Dewi (feminim) adalah keberadaan supranatural yang

menguasai unsur-unsur alam atau aspek-aspek tertentu dalam kehidupan manusia.

Mereka disembah, dianggap suci dan keramat, dan dihormati oleh manusia.

Dewa dianggap berwujud bermacam-macam, biasanya berwujud manusia atau

binatang. Mereka hidup abadi. Mereka memiliki kepribadian masing-masing.

Mereka memiliki emosi, kecerdasan, seperti layaknya manusia. Beberapa

fenomena alam seperti petir, hujan, banjir, badai, dan sebagainya, termasuk

keajaiban adalah ciri khas mereka sebagai pengatur alam. Mereka dapat pula

memberi hukuman kepada makhluk yang lebih rendah darinya. Beberapa dewa tidak

memiliki kemahakuasaan penuh, sehingga mereka disembah dengan sederhana.

Para makhluk supranatural yang menguasai unsur-unsur alam atau aspek-aspek

tertentu dalam kehidupan manusia yang berjenis kelamin pria disebut "Dewa",

sedangkan "Dewi" adalah sebutan untuk yang berjenis kelamin wanita.Etimologi

Kata Dewa muncul dari agama Hindu, yakni dari kata Deva atau Daiwa (bahasa

Sanskerta), yang berasal dari kata div, yang berarti sinar. Kata dewa dalam

bahasa Inggris sama dengan Deity, berasal dari bahasa Latin deus. Bahasa

Latin dies dan divum, mirip dengan bahasa Sanskerta div dan diu, yang berarti

langit, sinar (lihat: Dyaus). Kata deva (sinar, langit) sama sekali tidak ada

hubungannya dengan kata devil (iblis; setan).

Istilah dewa diidentikkan sebagai makhluk suci yang berkuasa terhadap alam

semesta. Meskipun pada aliran politeisme menyebut adanya banyak Tuhan, namun

dalam bahasa Indonesia, istilah yang dipakai adalah "Dewa" (contoh: Dewa

Zeus, bukan Tuhan Zeus). Biasanya istilah dewa dipakai sebagai kata sandang

untuk menyebut penguasa alam semesta yang jamak, bisa dibayangkan dan

dilukiskan secara nyata, sedangkan istilah Tuhan dipakai untuk penguasa alam

semesta yang maha tunggal dan abstrak, tidak bisa dilukiskan, tidak bisa

dibayangkan.

[sunting]
Hubungan antara Dewa dengan manusia

Para Dewa dipercaya sebagai makhluk yang tak tampak dan tak dapat dijangkau.

Mereka hidup di tempat-tempat suci atau tempat-tempat yang jauh dari

jangkauan manusia, seperti surga, neraka, di atas langit, di bawah bumi, di

lautan yang dalam, di atas puncak gunung tinggi, di hutan belantara, namun

dapat berhubungan dengan manusia karena manifestasi atau kekuatan

supranaturalnya. Dalam beberapa agama monoteistik, Tuhan dianggap tinggal di

surga namun karena kemahakuasaannya beliau juga ada dimana-mana sehingga

dapat berhubungan dengan umatnya kapanpun dan dimana pun, namun secara kasat

mata. Dalam pandangan umat beragama (monoteistik, politeistik, panteistik)

sesungguhnya Tuhan ada dimana-mana, namun untuk memuliakannya Beliau

disebutkan tinggal di surga.

Dalam politeisme, para Dewa digambarkan sebagai makhluk yang memiliki emosi

dan wujud seperti manusia, sangat berkuasa, dan antara manusia dan para Dewa

ada perbedaan yang sangat menonjol. Para Dewa tinggal di surga sedangkan

manusia tinggal di bumi. Karena para Dewa tinggal di surga, maka para Dewa

memiliki kekuasaan dan kesaktian untuk mengatur, menghukum atau memberkati

umat manusia. Sementara para Dewa berkuasa, maka manusia memujanya dan

memberikan persembahan agar dibantu dan diberkati oleh kemahakuasaan-Nya.

[sunting]
Dewa yang tunggal

Dalam agama yang menganut paham monoteisme, Dewa hanya satu dan sebutan Tuhan

adalah sebutan yang umum dan layak. Tuhan merupakan sesuatu yang

supranatural, menguasai alam semesta, maha kuasa, tidak dapat dibayangkan dan

tidak bisa dilukiskan. Agama monoteisme enggan untuk mengakui adanya

dewa-dewa karena dianggap sebagai Tuhan tersendiri.

Dalam agama Hindu dan Buddha, meskipun meyakini satu Tuhan, namun ada makhluk

yang disebut Dewa yang diyakini di bawah derajat Tuhan. Dalam filsafat Hindu,

para Dewa tunduk pada sesuatu yang maha kuasa, yang maha esa, dan yang

menciptakan mereka yang disebut Brahman (sebutan Tuhan dalam agama Hindu).

Dalam agama Buddha, para Dewa bukanlah makhluk sempurna dan memiliki wewenang

untuk mengatur umat manusia. Para Dewa tunduk pada hukum mistik yang mengikat

diri mereka pada karma dan samsara.

Dalam hal ini, Tuhan (Allah, Yesus, Brahman, dan sebagainya) adalah sesuatu

yang agung dan mulia, tidak bisa disamakan dengan Dewa dan tidak ada yang

sederajat dengannya. Meskipun ada agama yang meyakini banyak Dewa (seperti

Hindu dan Buddha) namun jika memiliki konsep Ketuhanan yang Maha Esa, para

Dewa dianggap sebagai makhluk suci atau malaikat dan tidak sederajat dengan

Tuhan.

[sunting]
Pandangan mengenai Dewa-Dewi

[sunting]
Agama Hindu

Trimurti atau Tritunggal Hindu (tiga perwujudan Tuhan yang utama menurut

agama Hindu). Dari kiri ke kanan: Brahma (berkulit merah, berkepala empat);

Wisnu (berkulit biru, berlengan empat); dan Siwa (berkulit putih, berlengan

empat).

Dewa Ra.

Dalam tradisi agama Hindu umumnya, para Dewa (atau "Deva", "Daiwa") adalah

manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa (Brahman). Para Dewa merupakan pengatur

kehidupan dan perantara Tuhan dalam berhubungan dengan umatnya. Dewa-Dewi

tersebut seperti: Brahma, Wisnu, Siwa, Agni, Baruna, Aswin, Kubera, Indra,

Ganesa, Yama, Saraswati, Laksmi, Surya, dan lain-lain.

Karena ditemukan konsep ketuhanan yang maha esa, Dewa-Dewi dalam agama Hindu

bukan Tuhan tersendiri. Dewa-Dewi dalam agama Hindu hidup abadi, memiliki

kesaktian dan menjadi perantara Tuhan ketika memberikan berkah kepada

umatnya. Musuh para Dewa adalah para Asura. Menurut agama Hindu, para Dewa

tinggal di suatu tempat yang disebut Swargaloka atau Swarga, suatu tempat di

alam semesta yang sangat indah, sering disamakan dengan sorga. Penguasa di

sana ialah Indra, yang bergelar raja surga, atau pemimpin para Dewa.

[sunting]
Agama Buddha

Dalam agama Buddha, Dewa adalah salah satu makhluk yang tidak setara dengan

manusia, memiliki kesaktian, hidup panjang, namun tidak abadi. Agama Buddha

mengenal banyak Dewa, namun mereka bukan Tuhan, mereka tidak sempurna dan

tidak maha kuasa. Mereka (para Dewa) adalah makhluk yang sedang dalam usaha

mencari kesempurnaan hidup.

Para Dewa tidak selalu sama dengan Boddhisattva. Para Dewa masih terikat pada

karma dan samsara.

[sunting]
Mesir Kuno

Menurut catatan sejarah, bangsa Mesir Kuno menyembah banyak Dewa dan belum

menemukan paham Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurut kepercayaan Mesir Kuno, para

Dewa merupakan makhluk-makhluk yang lebih berkuasa daripada umat manusia dan

mengatur aspek-aspek kehidupan umat manusia. Mereka memberkati manusia,

melindungi manusia, menghukum manusia, dan mencabut ajal manusia. Dewa-Dewi

dalam kepercayaan bangsa Mesir Kuno merupakan penguasa setiap bagian dan

unsur alam. Para Dewa merupakan Tuhan tersendiri sesuai dengan kemahakuasaan

yang dimilikinya. Para Dewa yang menentukan nasib setiap orang.

Bangsa Mesir Kuno sangat memuliakan Dewa mereka.Tempat memuja para Dewa dan

sesuatu yang berkaitan dengan para Dewa (seperti kitab, pusaka, dan kutukan)

sangat dikeramatkan. Konon makam-makam para Raja dan kuil-kuil Mesir

dilindungi Dewa dan mengandung suatu kutukan bagi orang yang berniat jahat.

Pada zaman Mesir Kuno, Dewa yang banyak dipuja dan dianggap sebagai Dewa

tertinggi adalah Dewa matahari, Ra (Amon-Ra). Beliau merupakan Dewa yang

banyak disembah di daratan Mesir. Kuil Abu Simbel didirikan untuk memujanya.

Setelah itu, Dewa yang banyak dipuja adalah Osiris, Dewa kehidupan alam,

penguasa akhirat.

[sunting]
Mitologi Yunani

12 Dewa Olimpus dari Mitologi Yunani.

Menurut mitologi Yunani, para Dewa adalah makhluk yang lahir seperti manusia,

namun memiliki kemahakuasaan untuk mengatur kehidupan manusia. Mereka

mengatur aspek-aspek dalam kehidupan manusia. Mereka tidak pernah sakit dan

hidup abadi. Setiap Dewa memiliki kemahakuasaan tersendiri sesuai dengan

kepribadiannya.

Nenek moyang para Dewa adalah Chaos. Para Titan adalah anak Gaia, keturunan

Chaos. Para Titan melahirkan Dewa-Dewi Yunani, seperti Zeus putera Kronus,

yang selanjutnya Zeus melempar para Titan dan akhirnya ia bersama para Dewa

yang lain menjadi makhluk yang berkuasa dan mengatur kehidupan manusia.

Menurut mitologi Yunani, para Dewa tidak tinggal di surga, tetapi tinggal di

gunung Olympus. Di sana mereka berkumpul dan dipimpin oleh Zeus, raja para

Dewa. Sebelum kedatangan agama Kristiani, penduduk Yunani menyembah para

Dewa. Mereka membuatkan kuil khusus untuk masing-masing Dewa. Dewa-Dewi yang

dipuja tersebut, misalnya: Zeus, Hera, Ares, Poseidon, Aphrodite, Demeter,

Apollo, Artemis, Hermes, Athena, Hefestus, Hades, Helios, dan lain-lain.

[sunting]
Mitologi Romawi

Mitologi Romawi hampir sama dengan mitologi Yunani, hanya saja nama dewanya

menggunakan nama-nama Romawi. Zeus disebut Jupiter, Hera disebut Juno, Ares

disebut Mars, Poseidon disebut Neptunus, Aphrodite disebut Venus, Demeter

disebut Ceres, Apollo disebut Cupid, Artemis disebut Diana, Hermes disebut

Merkurius, Athena disebut Minerva, Hefestus disebut Vulkan, Hades disebut

Pluto, Helios disebut Sol, Saturnus, Uranus, Fortuna, dan lain-lain.

[sunting]
Mitologi Nordik

Dewa-Dewi Nordik hidup abadi dengan memakan buah apel dari Iðunn dan masih

punya kesempatan hidup sampai Ragnarok tiba.

Dalam mitologi Nordik, para Dewa merupakan makhluk yang mahakuasa, seperti

manusia namun hidup abadi. Mereka bersaudara, beristri dan memiliki anak.

Para Dewa dibagi menjadi dua golongan, Æsir dan Vanir. Æsir adalah Dewa-Dewi

langit, sedangkan Vanir adalah Dewa-Dewi bumi. Æsir tinggal di Asgard

sedangkan Vanir tinggal di Vanaheimr.

Menurut mitologi Nordik, para Dewa tidak terkena penyakit dan tidak terkena

dampak dari usia tua. Para Dewa hidup abadi meskipun dapat terbunuh dalam

pertempuran. Para Dewa menjaga keabadiannya dengan memakan buah apel dari

Iðunn, Dewi kesuburan dan kemudaan. Para Dewa mampu bertahan hidup sampai

Ragnarok tiba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

masuk