Minggu, 01 November 2009
MUHAMMAD THE REBEL (Menerobos Kabut Malam ditengah Teriknya Matahari)
Oleh : Agus Riza Hisfani
The Rebel (Pemberontak) seringkali dikonotasikan sebagai bentuk perilaku buruk yang perlu dihindari. Pemberontak juga sering dikait-kaitkan dengan kerusuhan. Pemberontakan terhadap VOC dan pendudukan Jepang di Nusantara 42’-45’, pemberontakan PKI melalui kudeta militer 60’-an, pemberontakan aktivis melalui kudeta 65’, pemberontakan aktivis melalui kudeta 98’. Atau pemberontaka yang terjadi diluar tanah Nusantara seperti pemberontakan gerakan rakyat bebas anti Moue Zhedong di Cina, pemberontakan buruh di Birma. Hal ini seolah-olah memberikan nilai final terhadap makna pemberontakan (perilaku buruk yang perlu dihindari. Red-).
Namun ada pemberontakan yang mampu mereduksi nilai (perilaku buruk yang perlu dihindari. Red-) seperti pemberontakan Karl Marlk, Lenin, dan Nietzsche atas ketimpangan social, pemberontakan Stirner dan Albert Camus, atas hegemoni gereja, pemberontakan Muhammad atas penerapan kasta di Makkah dan Madinah, Pemberontakan al-Afghany, M. Abduh, dan Rasyid Ridha atas penguasaan kaum bid’ah dan khurafat atau pemberontakan Hasyim As’ary, Ahmad Dahlan, Buya HAMKA, Harun Nasution, Abdul Wahib, Nur Kholis Madjid, Ad-Daqil (Abdurrahman Wahid/Gus Dur) atas Arabisasi kaum fundamental (Islam kanan) di Indonesia. Pemberontakan tersebut mampu mereduksi nilai hingga beralih menjadi sebuah nilai yang berbeda bagi masyarakat, atau kembali pada fitra nilai kata pemberontakan itu sendiri .
Apakah kedua jenis pemberontakan tersebut memang benar-benar berbeda substansi atau memang ada kesengajaan pengkaburan nilai yang dilakukan secara sistematis oleh berbagai lapisan masyarakat….? Dalam tulisan ini kita coba mengupas makna nilai pemberontakan dengan kembali pada arti kata pemberontakan.
Kata pemberontakan dilihat dari terminology adalah penolakan terhadap keadaan. Sedangkan secara etimologi, pemberontakan adalah suatu pembalikan keadaan yang utuh. Karenanya Orang yang memberontak memiliki premeditation yaitu pemikiran atau perencanaan yang dilakukan atau dipersiapkan lebih dulu secara matang, agar diketahui batas antara gerakan karena nafsu atau logika yang berangkat dari analisa keadaan yang obyektif demi untuk menghindari paralogisme (kesalahan makna) yang bias berakibat fatal terhadap persepsi gerakan.
MUHAMMAD THE REBEL (Menerobos Kabut Malam ditengah Teriknya Matahari) judul dalam tulisan ini mencoba melihat sosok Muhammad sebagai tokoh pemberontakan di Makkah. Muhammad, yang oleh kebanyakan muslim selalu dilemahkan pada posisi kemapanan berfikir dan bertindak yang sebelumnya didasari oleh Tuhan (Allah SWT). Tendensi Al-Qur’an sebagai kalamullah yang dijadikan rujukan teoritis oleh Muhammad dalam setiap gerakan pemberontakannya kini hanya memiliki monofungsi ke-Tuhan-an, akibat dari pengkaburan nilai yangmengakibatkan paralogisme (kesalahan makna).
Di tahun-tahun masifitas gerakan Muhammad di dunia Timur, ada Karl Marx, Lenin & Nietzsche sebagai generasi penerus Plato dan Aristhotels yang hidup dan bergerak di belahan dunia barat. Masing-masing tokoh memiliki kesamaan dalam memandang ketidak adilan yang dilakukan oleh pemimpin mereka masing-masing. Tokoh-tokoh gerakan pembebasan (jalan pemberontakan) di dunia barat tidak asing bagi insane di seluruh dunia, terutama kaum intelektual. Namun pemberontakan yang dilakukan oleh Muhammad terhadap pemberlakuan kasta dengan system perbudakan, perlakuan kelas kedua terhadap wanita, monopoli dagang oleh salah satu suku (Quraisy), kolusi dan nepotisme yang diterapkan oleh pemimpin bangsa Arab serta penanaman civil society, tidak pernah dikaji atau dikupas oleh hamper semua kalangan muslim. Baik secara personal maupun universal, baik secara individu maupun organisasi.
Gerakan Muhammad banyak dimaknai sebagai pemberontakan metafisik (ke-Tuhan-an). Hal ini memberikan penyempitan makna leader dari sosok Muhammad sebagai Nabi dan Muhammad sebagai seorang pemimpin Negara secara sistematis oleh ummat muslim sendiri.
Kemapanan berfikir yang kemudian menjadikan kematangan dalam bertindak Muhammad, mencerminkan premeditation analisa yang obyektif atas penilaian kehidupan social bahwa manusia terlahir sama dalam hak (hak hidup, hak kebebasan dan hak berpendidikan). Ketiga hak fitra manusia tersebut dizaman Jahiliyah direduksi sedemikian rupa oleh orang-orang kaya untuk memperbudak orang-orang yang tidak mampu dengan menghapus hak hidup, hak kebebasan dan hak berpendidikan bagi sang budak. Ketimpangan social tersebut semakin kuat karena didukung oleh tokoh-tokoh mistik (pendeta, dukun, orang suci) yang menyebarkan ajaran-ajaran ke-Tuhan-an yang memperbolehkan berbuat semene-mena terhadap budak yang sudah terbeli. Hingga penghapusan hak tersebut menjadi tindakan kebenaran.
Premeditation gerakan Muhammad dalam pemberontakannya dilakukan dengan penguasaan ekonomi. Melalui pernikahannya dengan saudagar kaya (Khodijah) yang kmudian memanfaatkan jaringan lingkar keluarga yang juga sebagai tokoh dan saudagar kaya di tanah Arab. Kemapanan ekonomi Muhammad dipakai untuk membebaskan budak-budak dengan jalan membeli budak-budak terbaik yang dimiliki oleh saudagar Arab. Pembebasan budak tersebut kemudian diperkuat dengan militansi pemberontakan secara universal melalui pengikatan persaudaraan antara Ansor dan Muhajirin pada proses hijrah Muhammad keMadinah. Pengembalian hak hidup, hak kebebasan dan hak berpendidikan ternyata mampu membentuk etos kerja kaum bawah (mustadz afiin) menjadi lebih giat serta kreatif hingga mampu mengangkat kemandirian ekonomi mereka, terutama di kota Madinah.
Pemberontakan Muhammad yang berbasis di Madinah mulai diperkuat oleh saudagar dan tokoh-tokoh politik yang merasa nyama ketika budak-budak mereka tidak menggantungkan hidup pada kekayan yang mereka miliki. Di saat pemberontakan Muhammad mampu mereduksi nilai, hingga menjadi gerakan organisasi di Madiah. Saat itulah Muhammad mulai menyerang pundi-pundi kekuatan perekonomian Makkah dengan menjual murah barang dagangan hasil kerja para budak melalui system nirlaba. Gerakan ini semakin ada pada puncaknya ketika satu-persatu tokoh central politik Makkah berpindah agama serta mengikuti pemberontakan metafika yang digencarkan Muhammad., termasuk tokoh paling ditakuti seantero tanah Arab (Umar bin Khattab).
Gerakan Muhammad dengan menguasai perekonomian tanah Arab berada pada puncaknya ketika pusat perdagangan di tanah Arab berpidah dari Makkah keMadinah. Posisi ini melemahkan monopoli harga yang dilakukan selama bertahun-tahun oleh orang-orang Makkah, terutama domaind suku Quraisy. Lengkap sudah kerangka gerakan yang dimiliki Muhammad untuk menata perekonomian, budaya dan social serta transformasi agama baru yaitu Islam. Kerangka gerakan Muhammad sudah tersusun dengan rapi, bahkan memiliki subkordinad yang militant serta massif. Kerangka teori gerakan pemberontakan Muhammad memakai al-Qur’an yang menjadi teori dekonstruktif nalar dan kekuatan militansi. Di tataran kekuatan praksis, Muhammad mampu merangkul kalangan pemodal, tokoh serta para ahli strategi peperangan. Di kalangan bawah, Muhammad mampu menjadikan para udak yang telah bebas sebagai anak paah yang siap meluncur kapan dan dimanapun musuh berada.
Madinah yang menjadi kekuatan basis pemberontakan Muhammad masih memiliki kelemahan, karena Ka’bah yang menjadi symbol kekuatan primodil bangsa Arab belum direbut secara defakto dan deyure. Muslim Madinah masih harus rela melakukan ibadah haji secara bergantian dengan ritual peribadatan orang-orang non-muslim. Keadaan ini disadari oleh Muhammad yang kemudian memerintahkan tokoh-tokoh yang dulunya adalah bagian dari kekuatan imperium Makkah untuk kembali kekota suci tersebut dengan membawa teori-teori yang telah mereka terjemahkan kedalam nalar gerakan pemberontakan. Genap setelah para tokoh tersebut mampu menghegemoni semua level ekonomi, Muhammad berpindah dari Madinah ke Makkah untuk merebut central ekonomi Makkah yang dijadikan symbol penguasaan Ka’bah secara defakto. Penguasaan Muhammad atas ekonomi kemudian diperlebar dengan gerakan pemberontakan metafisika melalui perebutan alih fungsi Ka’bah menjadi sat-satunya tempat suci bagi ritual ibadah haji bagi ummat muslim.
Manivesto pemberontakan Muhammad ulai benar-benar tak terhalang setelah Ka’bah dan central perdagangan di Makkah dan Arab mampu direduksi dengan memakai teori-teori perdagangan yang berpedoman dari al-Qur’an. Terlebih system penghapusan kasta mampu membentuk etos kerja bangsa Arab yang kemudian menjadikan kebudayan Arab menjadi kebudayan tertinggi di dunia, hingga intelegensia romawi dan yunani mulai berbondong-bondong untuk belajar dari teori al-Qur’an.
Muhammad The Rebel merupakan sosok yang terlupakan atau bahkan dilupakan oleh ummat muslim dan teori-teori al-Qur’an mengalami penyempitan makna dan bahkan mengalami paralogisme secara besar-besaran dan sistematis. Mugkinkah Islam sebagai Ideologi akan mampu kembali pada fitrahnya sebagai “rahmatan lil ‘alamin” ketika ummat muslim sendiri lebih senang mengkerdilkan Muhammad sebagai sosok hayalan semu.
Mungkinkah Islam sebagai agama mampu memberikan ketenangan batiniah, ketika kaum muslim sudah cukup puas dengan sejarah dan bahkan menghapus sejarah dengan membumikan paralogisme global yang ditanammkan melalui system pendidikan Islam sendiri?
Mungkinkah al-Qur’an sebagai penopang gagasan dan gerakan ummat Islam akan mampu memberikan ketentraman dan rasa aman bagi semua kalangan dan golongan, ketika ummat Islam sendiri lebih senang meneror sesame dengan selogan-selogan al-Qur’an?
Mungkinkah lembaga-lembaga Islam akan mampu menciptakan generasi yang cerdas dan kreatif serta multi talenta, ketika lembaga-lembaga Islam hanya bermain pada tataran simbolik (haram dan halal) tanpa mau belajar tentang apa yang akan di hukumu tersebut?
Mungkinkah Islam akan mampu mereduksi kekuatan Globalisasi ketika kita masih menjunjung tinggi positifistik jahiliyah serta bangga hidup dalam dunia simolikrum?
Mungkinkah kita sudah belajar dari pemberontakan yang dilakukan Muhammad atas ketimpangan social, ketika kita adalah bagaian dari imperium kekuatan penjajah yang selalu tertawa atas nama jubah dan sajadah?
Saya hanya berharap, semoga Muhammad hanyalah dongeng superhero seperti Superman, Batman, Robinhood, aku-pun berharap al-Qur’an adalah sekumpulan cerita fiksi seperti halnya susuk malang sungsang, Harry Potter atau seperti cerpen-cerpen si Budi. Atau aku harus mewujudkan kembali Muhammad sebagai manusia yang nyata dan menempatkan al-Qur’an sebagai kitab teoritis yang penuh dengan gagasan-gagasan yang cukup luar biasa…..?
Aku sendiri tidak tahu harus memilih dan berbuat bagaimana ketika pak ustadz bilang bahwa perkataan saya kufur, pemikiran saya murtadz dan langkah saya adalah kafir…….! Semoga Tuhan ada di neraka bersama-ku. Karena hanya DIA yang memberikan-ku kesempatan untuk menjadi Muhammad dan hanya DIA yang membekali aku dengan senjata al-Qur’an berupa gagasan-gagasan yang luar biasa, bukan hanya cerita-cerita dongeng swebagai pengantar lelap malam semata.
Bersambung
Daftar bacaan
Ahmad Syalabi, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta), 2005.
Albert Camus, Perlawanan, Pemberontakan, Kematian, (Surabaya; Pustaka Promthea), 2001.
____________, Pemberontak, (Yogyakarta; Yayasan Bentang Budaya), 2000.
Budiman Darma, Kritikus Adinan, (Yogyakarta; Yayasan Bentang Budaya), 2002.
M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta), 2008.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
masuk