oleh Achmad Baiquni
Telah banyak kitab yang ditulis ulama masyhur untuk
menafsirkan ayat-ayat suci al-Qur'an --yang merupakan
garis-garis besar ajaran Islam itu-- dengan menggunakan
ayat-ayat lain di dalam kitab suci tersebut, sebagai
bandingan, dan dengan Sunnah Rasul sebagai penjelasan. Namun,
dalam al-Qur'an sendiri, ciptaan Tuhan di seluruh jagad raya
ini secara jelas disebutkan sebagai "ayat-ayat Allah",
misalnya dalam surah 'Ali Imran 190 disebut, Sesungguhnya
dalam ciptaan langit dan bumi, serta silih bergantinya malam
dan siang, terdapat ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang
berakal (dapat menalar). Karenanya, maka sebagai padanan untuk
mendapatkan arti ayat-ayat al-Qur'an yang menyangkut al-Kaun
dapat digunakan juga ayat-ayat Allah yang berada di dalam alam
semesta ini.
Mengingat hal-hal tersebut di atas, maka tidaklah mengherankan
apabila ketetapan dalam penafsiran ayat-ayat al-Qur'an yang
berisi konsep-konsep Kauniyah sangat bervariasi, tergantung
pada pengetahuan mufassir tentang alam semesta itu sendiri.
Untuk memberikan contoh yang nyata, kita dapat menelaah
ayat-ayat berikut, Dan tidakkah orang-orang kafir itu
mengetahui bahwa agama sama, [1] dan ardh [2] itu dahulu
sesuatu yang padu, kemudian kami pisahkan keduanya (QS.
al-Anbiya': 30. Dan sama' itu kami bangun dengan kekuatan dan
sesungguhnya kamilah yang meluaskannya (QS. al-Dzariyat: 47).
Seseorang yang hidup dalam abad 9 M akan mengatakan bahwa kata
sama' artinya langit; pengertiannya ialah bahwa langit itu
adalah sebuah bola super raksasa yang panjang radiusnya
tertentu, yang berputar mengelilingi sumbunya. Dan pada
dindingnya tampak menempel bintang-bintang yang gemerlapan di
malam hari. Bola ini dikatakan mewadahi seluruh ruang alam dan
segala sesuatu yang berada di dalamnya. Ia merasa yakin bahwa
persepsinya mengenai langit itulah yang sesuai dengan apa yang
dapat diamati setiap hari, kapan pun juga. Bintang-bintang
tampak tidak berubah posisinya yang satu terhadap yang lain,
dan seluruh langit itu berputar-putar dalam satu hari (siang
dan malam).
Apa yang kiranya dapat kita harapkan dari orang ini andaikata
ia diminta memberikan penafsiran (bukan sekadar salinan
kata-kata) ayat-ayat tersebut? Tentu saja ia akan memberikan
interpretasi yang sesuai dengan persepsinya tentang langit,
serta ardh yaitu bumi yang datar yang dikurung oleh bola
langit. Dan mungkin sekali ia akan mengatakan bahwa ayat 30
surah al-Anbiya' itu melukiskan peristiwa ketika Tuhan
menyebutkan langit menjadi bola, setelah ia sekian lama
terhampar di permukaan bumi seperti layaknya sebuah tenda yang
belum dipasang. Dapat kita lihat dalam kasus ini bahwa konsep
kosmologis dalam al-Qur'an, mengenai penciptaan alam semesta,
yang dikemukakan orang itu sangatlah sederhana. Dan itu
tidaklah benar, karena konsepsinya tidak mampu
mengakomodasikan gejala yang dinyatakan ayat 4 surah
al-Dzariyat.
Sebuah langit yang berbentuk bola dengan jari-jari tertentu
bukanlah langit yang bertambah luas. Apalagi kalau ia
melingkupi seluruh ruang kosmos beserta isinya; tidak ada lagi
sesuatu yang lebih besar daripadanya. Pada hemat saya, sesuatu
konsepsi mengenai alam semesta yang benar harus dapat
dipergunakan untuk menerangkan semua peristiwa yang dilukiskan
ayat-ayat dalam kitab suci; ia harus sesuai dengan
konsep-konsep kosmologis dalam al-Qur'an. Untuk mendapatkan
konsepsi yang benar itu pada hakekatnya telah diberikan
petunjuk sang pencipta misalnya dalam ayat 101 surah Yunus,
Katakanlah (wahai Muhammad), Perhatikanlah dalam intighon apa
yang ada di sama' dan di ardh (QS. Yunus: 101). Dalam teguran
ayat 1 dan 18 dalam surah al-Ghasyiyah, Maka apakah mereka itu
tak memperhatikan onta-dalam intighon, bagaimana ia
diciptakan. Dan sama', bagaimana ia ditinggikan. (QS.
al-Ghasyiyah: 1 dan 18). Serta dalam ayat 190 dan 191 surah
Ali Imran, Sesungguhnya dalam penciptaan sama' dan ardh, serta
silih bergantinya siang dan malam, terdapat ayat-ayat bagi
orang-orang yang berakal (dapat menalar). Yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan
pikirkan tentang penciptaan sama' dan ardh, wahai Tuhan kami,
tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia; Maha suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa azab neraka. (QS. Ali Imran:
190 dan 191).
Dengan diikutinya perintah dan petunjuk ini, maka muncullah di
lingkungan umat Islam suatu kegiatan observasional yang
disertai dengan pengukuran, sehingga ilmu tidak lagi bersifat
kontemplatif belaka, seperti yang berkembang di lingkungan
Yunani, tapi mempunyai ciri empiris sehingga tersusunlah
dasar-dasar sains. Penerapan metode ilmiah ini, yang terdiri
atas pengukuran teliti pada observasi dan penggunaan
pertimbangan yang rasional, telah mengubah astrologi menjadi
astronomi. Karena telah menjadi kebiasaan para pakar menulis
hasil penelitian orang lain, maka tersusunlah himpunan
rasionalitas kolektif insani yang kita kenal sebagai sains.
Jelaslah di sini bahwa sains adalah hasil konsensus di antara
para pakar.
Kita ingat ayat 3, 4 dan 5 surah al-'Alaq, Bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. yang mengajar dengan qalam. [3]
Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya. Penalaran
tentang "bagaimana" dan "mengapa", yang menyangkut
proses-proses alamiah di langit itu, menyebabkan timbulnya
cabang baru dalam sains yang dinamakan astrofisika, yang
bersama-sama astronomi membentuk konsep-konsep kosmologi.
Meskipun ilmu pengetahuan keislaman ini tumbuh sebagai akibat
dari pelaksanaan salah satu perintah agama, kiranya perlu kita
pertanyakan apakah benar konsep kosmologi yang berkembang
dalam sains itu sejalan dengan apa yang terdapat dalam
al-Qur'an. Sebab obor pengembangan ilmu telah mulai berpindah
tangan dari umat Islam kepada para cendekiawan bukan Islam
sejak pertengahan abad ke 13 sampai selesai dalam abad 17,
sehingga sejak itu sains tumbuh dalam kerangka acuan budaya,
mental dan spiritual yang bukan Islam, dan yang memiliki
nilai-nilai tak Islami.
Mari kita kaji sambil menelusuri perkembangan ilmu kealaman
sejak akhir abad 19 hingga akhir abad 20, ketika ia berjalan
sangat cepat, jauh melampaui kelajuannya dalam abad-abad
sebelumnya, sejalan dengan kecanggihan instrumentasi yang
dipergunakan dalam observasi dan matematika sebagai sarana
komputasi. Kita akan menemukan bahwa pada tahap-tahap tertentu
ia tampak tidak sesuai dengan ajaran agama kita, sedangkan
dalam fase-fase lain menghasilkan kesimpulan yang sehaluan
dengannya.
Seseorang yang hidup pada akhir abad 19, yang telah mengetahui
melalui kegiatan sainsnya, bahwa bintang-bintang di langit
jaraknya dari bumi tidak sama, dan bahkan mampu mengukur jarak
itu dan mengatakan berapa massanya, tak lagi akan mengatakan,
langit itu sebuah bola super raksasa. Ia akan mengatakan,
langit adalah ruang jagad-raya, yang di dalamnya terdapat
bintang-bintang, sebagian diikuti satelitnya, dan ada
bintang-bintang kembar dan gerombolan-gerombolan bintang dalam
galaksi kita yang disebut Bimasakti. Karena konsep kosmologi
yang berlaku waktu itu berasal dari Newton, ia akan mengatakan
juga bahwa bola super besar yang mewadahi seluruh ruang kosmos
itu tidak ada sebab baginya ruang jagad-raya ini tak berhingga
besarnya dan tidak mempunyai batas.
Sudah tentu konsep kosmologi sains abad yang lalu ini tidak
sesuai dengan konsep al-Qur'an, karena tak dapat mengakomodasi
peristiwa yang: dilukiskan ayat 30 surah al-Anbiya' dan ayat
47 surah al-Dzariyat. Lebih dari itu bahkan bertentangan
dengan ajaran agama kita; sebab alam semesta yang tak terbatas
dan tak berhingga besarnya, dianggap tak berawal dan tidak
berakhir. Dan kita akan melihat sepanjang pertumbuhan sains
selanjutnya bahwa ide-ide semacam ini, yang mengandung
konsepsi tentang alam yang langgeng, ada sejak dulu dan akan
ada seterusnya, selalu timbul-tenggelam. (Karena itu, maka
saya selalu menganjurkan agar umat Islam yang ingin mengejar
ketinggalan mereka dalam sains dan teknologi akhir-akhir ini
bersiap-siap mengadakan langkah-langkah pengamanan dengan
meng-Islamkan sains, sehingga sains kembali dapat berkembang
dalam kerangka sistem nilai yang Islami).
Dari uraian di atas bahwa konsep kosmologi sains pada abad ke
19 gagal total dan sama sekali tak mampu menerangkan apa yang
terkandung dalam dua ayat tersebut di atas. Padahal mereka
baru merupakan sebagian saja dari ayat-ayat al-Qur'an yang
berisi konsep-konsep kosmologi. Kita dapat juga mengemukakan
beberapa ayat lainnya sebagai berikut,
Dalam pada itu Dia mengarah pada penciptaan sama', dan ia
penuh dukhon [4], lalu Dia berkata kepadanya dan kepada ardh,
Datanglah kalian mematuhi-Ku dengan suka atau terpaksa;
keduanya menjawab: kami datang dengan taat (QS. Fushshilat:
11)
Maka Dia menjadikannya tujuh sama' dalam dua hari, dan Dia
mewahyukan kepada tiap sama' peraturannya masing-masing; dan
kami hiasi langit dunia dengan pelita-pelita, dan Kami
memeliharanya; demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi
Maha Mengetahui. (QS. Fushshilat: 12)
Allah-lah yang telah menciptakan tujuh sama' dan ardh seperti
itu pula (QS. al-Thalaq: 12)
Allah-lah yang menciptakan sama' dan ardh dan apa yang ada di
antara keduanya dalam enam hari, dan pada waktu itu pula
bersemayam di arsy-Nya [5] (QS. al-Sajadah:4)
Dan Dialah yang telah menciptakan sama' dan ardh dalam enam
hari, ada pun Arsy-Nya telah tegak pada ma' [6] untuk menguji
siapakah di antara kalian yang lebih baik amalnya (QS. Hud: 7)
Sesungguhnya Allah menahan sama' dan ardh agar jangan lenyap,
dan sungguh jika keduanya akan lenyap dan tak ada siapa pun
yang dapat menahan keduanya itu selain Allah; Sesungguhnya Dia
adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun (QS. Fathir: 41)
Pada hari Kami gulung sama' seperti menggulung lembaran tulis;
sebagaimana Kami telah mulai awal penciptaan, begitulah Kami
akan mengembalikannya; itulah janji yang akan kami tepati;
sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya (QS.
al-Anbiya': 104)
Sekarang mari kira cari pengertian yang terdapat dalam ayat
itu. Kita telah melihat dari contoh-contoh yang diberikan,
bahwa dengan bekal pengetahuan abad 19 saja seseorang tak
mungkin memahaminya; meski ia seorang pakar yang ulung sekali
pun. Sebab konsepsinya tentang alam semesta memang salah
hingga tidak cocok dengan apa yang ada dalam al-Qur'an.
Apa yang akan dikatakan oleh seorang kosmolog atau seorang
fisikawan abad 20, jika ia ditanya tentang konsep kosmologi
sains yang mutakhir yang dihasilkan penelitian para pakar?
Secara garis besar, jawabnya kira-kira sebagai berikut:
Konsepsi mengenai alam semesta ini sebenarnya mulai mengalami
perubahan sejak tahun 1929 ketika Hubble melihat dan yakin
bahwa galaksi-galaksi di sekitar Bimasakti menjauhi kita
dengan kelajuan yang sebanding dengan jarak dari bumi; yang
lebih jauh kecepatannya lebih besar, sehingga dalam sains
terdapat istilah alam yang mengembang (expanding universe).
Hal ini mengingatkan orang pada pacuan kuda; kuda yang paling
laju akan berlari paling depan. Karena kelajuan dan jarak
masing-masing galaksi dari bumi diketahui, tidak sulit untuk
menghitung kapan mereka itu mulai berlari.
Pada tahun 1952 Gamow berkesimpulan bahwa galaksi-galaksi di
seluruh jagad-raya yang cacahnya kira-kira 100 milyar dan
masing-masing rata-rata berisi 100 milyar bintang itu pada
mulanya berada di satu tempat bersama-sama dengan bumi,
sekitar 15 milyar tahun yang lalu. Materi yang sekian
banyaknya itu terkumpul sebagai suatu gumpalan yang terdiri
dari neotron; sebab elektron-elektron yang berasal dari
masing-masing atom telah menyatu dengan protonnya dan
membentuk neotron sehingga tak ada gaya tolak listrik antara
masing-masing elektron dan antara masing-masing proton.
Gumpalan ini berada dalam ruang alam dan tanpa diketahui sebab
musababnya meledak dengan sangat dahsyat sehingga terhamburlah
materi itu ke seluruh ruang jagad-raya; peristiwa inilah yang
kemudian terkenal sebagai "dentuman besar" (big bang).
Sudah barang tentu gumpalan sebesar itu tak pernah
bergelimpangan di ruang kosmos; sebab gaya gravitasi gumpalan
itu akan begitu besar sehingga ia akan teremas menjadi sangat
kecil. Lebih kecil dari bintang pulsar yang jari-jarinya hanya
sebesar 2 sampai 3 kilometer dan massanya kira-kira 2 sampai 3
kali massa sang surya, dan bahkan lebih kecil dari lobang
hitam (black hole) yang massanya jauh melebihi pulsar dan
jari-jarinya menyusut mendekati ukuran titik. Gambarkan saja
dalam angan-angan, berapa besar kepadatan materi dalam titik
yang volumenya nol itu jika seluruh massa 100 milyar kali 100
milyar bintang sebesar matahari dipaksakan masuk di dalamnya!
Inilah yang biasa disebut sebagai singularitas. Jadi konsep
dentuman besar terpaksa dikoreksi yaitu bahwa keberadaan alam
semesta ini diawali oleh ledakan maha dahsyat ketika tercipta
ruang-waktu dan energi yang keluar dari singularitas dengan
suhu yang tak terkirakan tingginya.
Para pakar berpendapat bahwa alam semesta tercipta dari
ketiadaan sebagai goncangan vakum yang membuatnya mengandung
energi yang sangat tinggi dalam singularitas yang tekanannya
menjadi negatif. Vakum yang mempunyai kandungan energi yang
luarbiasa besarnya serta tekanan gravitasi yang negatif ini
menimbulkan suatu dorongan eksplosif keluar dari singularitas.
Tatkala alam mendingin, karena ekspansinya, sehingga suhunya
merendah melewati 1.000 trilyun-trilyun derajat, pada umur
10-35 sekon, terjadilah gejala "lewat dingin". Pada saat
pengembunan tersentak, keluarlah energi yang memanaskan kosmos
kembali menjadi 1.000 trilyun-trilyun derajat, dan selurnh
kosmos terdorong membesar dengan kecepatan luar biasa selama
waktu 10-32 sekon. Ekspansi yang luar biasa cepataya ini
menimbulkan kesan-kesan alam kita digelembungkan dengan tiupan
dahsyat sehingga ia dikenal sebagai gejala inflasi.
Selama proses inflasi ini, ada kemungkinan bahwa tidak hanya
satu alam saja yang muncul, tetapi beberapa alam; berapa?
duakah? tigakah? atau berapa? para ilmuwan tidak tahu. Dan
masing-masing alam dapat mempunyai hukum-hukumnya sendiri;
tidak perlu aturannya sama dengan apa yang ada di alam kita
ini. Karena materialisasi dari energi yang tersedia, yang
berakibat terhentinya inflasi, tidak terjadi secara serentak,
maka di lokasi-lokasi tertentu terdapat konsentrasi materi
yang merupakan benih galaksi-galaksi yang tersebar di seluruh
kosmos. Jenis materi apa yang muncul pertama-tama di alam ini
tidak seorang pun tahu; namun tatkala umur alam mendekati
seper-seratus sekon, isinya terdiri atas radiasi dan
partikel-partikel sub-nuklir. Pada saat itu suhu kosmos adalah
sekitar 100 milyar derajat dan campuran partikel dan radiasi
yang sangat rapat tetapi bersuhu sangat tinggi itu lebih
menyerupai zat-alir daripada zat padat sehingga para ilmuwan
memberikan nama "sop kosmos" kepadanya Antara umur satu sekon
dan tiga menit terjadi proses yang dinamakan nukleosintesis;
dalam periode ini atom-atom ringan terbentuk sebagai hasil
reaksi fusi-nuklir. Baru setelah umur alam mencapai 700.000
tahun elektron-elektron masuk dalam orbit mereka sekitar inti
dan membentuk atom sambil melepaskan radiasi; pada saat itu
seluruh langit bercahaya terang benderang dan hingga kini
"cahaya" ini masih dapat diobservasi sebagai radiasi gelombang
mikro.
Menurut perhitungan kami, alam semesta mempunyai dimensi 10;
yaitu 4 buah dimensi ruang-waktu yang kita hayati, dan 6
lainnya yang tidak kita sadari, karena "tergulung" dengan
jarij-ari 10-32 sentimeter yang bermanifestasi sebagai muatan
listrik dan muatan nuklir. Dimensi yang kita hayati adalah
dimensi yang, katakan saja, "terbentang" dan mengejawantah
sebagai ruang-waktu. Kalau semua yang telah dirintis secara
matematis ini mendapatkan pembenaran dari eksprimen atau
observasi di alam luas, maka ada kemungkinan bahwa alam yang
kita huni ini mempunyai kembaran (shadow world) yang
sebenarnya berada di sekeliling kita, tapi tak dapat kita
lihat; ia hanya dapat kita hubungi lewat medan gaya gravitasi
sedangkan hukum alamnya tidak perlu sama dengan yang berlaku
di dunia ini.
Begitulah kira-kira uraian fisikawan itu. Sudah tentu apa yang
dikatakan itu adalah hasil mutakhir kegiatan penelitian dan
saling kaji antara para pakar dan merupakan konsensus. Selama
perjalanan mencari kebenaran itu, sebenarnya sains telah
mengalami penyelewengan-penyelewengan yang akhirnya terbongkar
kesalahannya, karena tak cocok dengan kenyataan, dan
mendapatkan pembetulan. Saya akan mengungkapkan beberapa saja
yang relevan, sebagai contoh.
Pertama, ketika persamaan matematis Einstein, yang dirumuskan
untuk melukiskan alam semesta, dinyatakan oleh Friedman bahwa
ia memberi gambaran kosmos yang mengembang, ia segera diubah
oleh si-perumus agar sesuai dengan konsep kosmologi pada waktu
itu; yaitu kosmos yang statis. Tapi langkah pembetulan itu
mendapat tamparan, karena Hubble mengobservasi justeru
jagad-raya ini berekspansi. Einstein mengalah dan kembali ke
perumusannya yang semula yang melukiskan alam yang tak statis,
tapi berekspansi.
Kedua, ketika gagasan Gamow tentang dentuman besar yang
menjurus pada konsep alam semesta yang berawal dikumandangkan
beberapa kosmolog yang dipelopori Hoyle mengajukan tandingan
yang dikenal sebagai kosmos yang mantap (steady state
universe) yang menyatakan bahwa alam semesta ajeg sejak dulu
sampai sekarang dan hingga nanti tanpa awal dan tanpa akhir.
Namun terungkapnya keberadaan gelombang mikro yang mendatangi
bumi dari segala penjuru alam secara uniform, oleh Wilson dan
Penzias pada 1964, telah mendorong para pakar mengakuinya
sebagai kilatan dalam alam semesta yang tersisa dari peristiwa
dentuman besar. Dengan demikian maka konsepsi yang berawal
lebih dikukuhkan.
Ketiga, ketika dentuman besar tak dapat disangkal, beberapa
ilmuwan mencoba mengembalikan keabadian kosmos dengan
mengatakan, alam semesta ini berkembang-kempis (oscillating
universe). Namun Weinberg menunjukkan kepalsuannya. Sebab alam
yang berkelakuan seperti itu, meledak dan masuk kembali tak
henti-hentinya tak berawal dan tak berakhir, entropinya
besarnya tidak terhingga; suatu asumsi yang konsekuensinya tak
didukung kenyataan. Kita lihat bahwa hasrat mempertahankan
konsepsi alam semesta yang tak berawal (tak diciptakan) selalu
menemui kegagalan, karena tak sesuai dengan kenyataan yang
terobservasi.
Bagaimana para fisikawan-kosmolog dapat mengatakan semuanya
itu tanpa melihat sendiri kejadiannya? Sebenarnya mereka
melihat dua gejala, yaitu ekspansi alam semesta dan radiasi
gelombang mikro, yang mereka pergunakan untuk menelusuri
kembali peristiwanya yang terjadi sekitar 15 milyar tahun
lalu, seperti layaknya tim detektif yang ingin memecahkan
sebuah misteri dengan menggunakan sekelumit abu rokok dan
pecahan-pecahan gelas yang berserakan di sekitar tempat
kejadian. Kalau para detektif itu cukup memakai penalaran
logis saja, maka para pakar, di samping menggunakan
pertimbanganpertimbangan rasional, harus melandasinya juga
dengan pengetahuan sunnatullah, segenap peraturan Allah swt
yang mengendalikan tingkah laku alam, yang dalam ayat 23 surah
al-Fath dinyatakan memiliki stabilitas, sebagai sunnat-u
'l-lah yang berlaku sejak dulu, sekali-kali kamu tak akan
menemukan perubahan pada sunnatullah itu.
Apakah para fisikawan-kosmolog mengetahui nasib alam itu pada
akhirnya? Ada dua pandangan yang dianut dalam sains yaitu,
pertama, alam semesta ini "terbuka," sehingga ia akan
berekspansi selamanya, dan kedua jagad raya ini "tertutup,"
sehingga pada suatu saat ekspansinya akan berhenti dan alam
kembali mengecil untuk akhirnya seluruhnya mencebur kembali
dalam singularitas, tempat ia keluar dulu kala. Kapan? Mereka
tak tahu. Sebab mereka tak mempunyai informasi berapa
sebenarnya massa yang terkandung dalam alam ini; sebagian
massa itu bercahaya, sebagian gelap, sedangkan sebagian lagi
dibawa zarah-zarah yang disebut neutrino.
Qaul yang pertama didasarkan pada kenyataan bahwa masa seluruh
alam ini tak cukup besar untuk menarik kembali semua galaksi
yang bertebaran, karena bintang-bintang yang bercahaya dan
materi antar bintang, yang terobservasi pengaruhnya, hanya
dapat menyajikan sekitar 20 persen saja dari gaya yang
diperlukan, yaitu yang dinamakan gaya kritis. Sedangkan qaul
yang kedua mendasari pernyataannya dengan adanya neutrino-
neutrino yang mereka percayai membawa sebagian besar dari
massa alam ini sehingga sebagai totalitas kekuatan gaya kritis
itu akan terlampaui.
Sekarang marilah kita gali konsep-konsep kosmologi dalam
al-Qur'an, tidak dengan pengetahuan orang abad ke 9 atau ke 19
melainkan dengan pengetahuan seseorang dari abad 20. Saya akan
menafsirkan ayat-ayat yang telah dicantumkan di atas, dan yang
saya pilih di antara sekian banyak ayat yang mengandung
konsep- konsep tersebut, sebagai berikut,
Dan tidakkah orang yang kafir itu mengetahui bahwa ruang waktu
dan energi-materi itu dulu sesuatu yang padu (dalam
singularitas), kemudian kami pisahkan keduanya itu (QS.
al-Anbiya': 30)
Dan ruang waktu itu Kami bangun dengan kekuatan (ketika
dentuman besar dan inflasi melandanya sehingga beberapa dari
dimensinya menjadi terbentang) dan sesungguhnya Kamilah yang m
eluaskannya (sebagai kosmos yang berekspansi) (QS.
al-Dzariyat: 47)
Dalam pada itu Dia mengarah pada penciptaan ruang-waktu dan ia
penuh "embunan" (dari materialisasi energi), lalu Dia berkata
kepadanya dan kepada materi: Datanglah kalian mematuhi
(peraturan)-Ku dengan suka atau terpaksa; keduanya menjawab:
Kami datang dengan kepatuhan. (QS. Fushshilat: 11).
Maka dia menjadikannya tujuh ruang-waktu (alam semesta) dalam
dua hari, dan Dia mewahyukan kepada tiap alam itu peraturan
(hukum alam)-nya masing-masing; dan kami hiasi ruang-waktu
(alam) dunia dengan pelita-pelita, dan Kami memeliharanya;
demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui
(QS. Fushshilat: 12)
Allah-lah yang menciptakan tujuh ruang-waktu (alam semesta),
dan materinya seperti itu pula. (QS. al-Thalaq: 12)
Allah-lah yang menciptakan ruang-waktu dan materi dan apa yang
ada di antara keduanya dalam enam hari, dan pada saat itu pula
menegakkan pemerintahan-Nya (yang seluruh perangkat
peraturannya ditaati oleh segenap mahluk-Nya dengan suka hati)
(QS. al-Sajadah: 4)
Dan Dia-lah yang telah menciptakan ruang-waktu dan materi
dalam enam hari, sedang pemerintahan-Nya telah tegak pada fase
zat alir (yaitu sop kosmos) untuk menguji siapakah di antara
kalian yang lebih baik amalannya (QS. Hud: 7)
Sesungguhnya Allah menahan ruang-waktu (alam semesta) dan
materi di dalamnya agar jangan lenyap (sebagai jagad-raya yang
terbuka), dan sungguh jika keduanya akan lenyap tiada siapa
pun yang dapat menahan keduanya selain Allah; sesungguhnya Dia
adalah Maha Penyantun dan Maha Pengampun (QS. al-Fathir: 41)
Pada hari Kami gulung ruang-waktu (alam semesta) laksana
menggulung lembaran tulis; sebagaimana Kami telah mulai awal
penciptaan, begitulah Kami akan mengembalikannya; itulah janji
yang akan kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan
melaksanakannya (QS. al-Anbiya': 104).
Demikian konsep-konsep kosmologi yang dapat digali dari
al-Qur'an sebagaimana saya melihatnya selaku orang yang
berkecimpung dalam bidang sains. Mengatakan bahwa apa yang
telah saya lakukan ini sebagai usaha menarik-narik al-Qur'an
agar sejalan atau cocok dengan sains, hasil karya pikir
manusia, adalah suatu tuduhan yang tak berdasar. Apa yang
telah saya lakukan di sini bukanlah pembenaran (justification)
sains dengan al-Qur'an; karena ada beberapa konsepsi sains
yang telah saya tolak, karena tidak sesuai dengan al-Qur'an.
Dan tidak pula saya menarik al-Qur'an agar sesuai dengan
sains. Patokan saya adalah kebenaran kitab suci umat Islam,
dan apa yang bertentangan dengannya saya tolak. Dan bukankah
justeru Allah swt sendiri yang mengungkapkan adanya gejala
ekspansi kosmos dan radiasi gelombang mikro kepada para
ilmuwan, untuk membimbing mereka dari kesesatan dalam memahami
ciptaanNya, hingga para ilmuwan yang setia kepada tradisi umat
Islam, yang salaf, memeriksa ruang-waktu (alam semesta) serta
materi di dalamnya sesuai dengan perintah-Nya dalam surah
Yunus 101 itu mendapatkan petunjuk ke arah yang benar seperti
tercantum dalam surah Fushshilat 53, Akan Kami perlihatkan
kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap penjuru dan dalam diri
mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka itu bahwa ia
(al-Qur'an) adalah yang benar.
Dalam awal uraian saya telah dikatakan bahwa penggalian
konsep-konsep kosmologi dalam al-Qur'an merupakan pekerjaan
yang tak kunjung henti. Memang begitulah karena sains akan
terus berkembang dan akan senantiasa menemukan hal-hal yang
baru yang dapat lebih melengkapi pengetahuan manusia hingga
dapat lebih memahami ayat-ayat Allah.
CATATAN
Di bawah ini disajikan pertimbangan yang saya pergunakan untuk
memilih kata-kata dalam penafsiran.
1. Sama', kini tak lagi diartikan sebagai bola super-raksasa
yang dindingnya ditempeli bintang-bintang, melainkan ruang
alam yang di dalamnya terdapat bintang-bintang,
galaksi-galaksi dan lain-lainnya. Karena secara eksprimental
dapat dibuktikan bahwa ruang serta waktu merupakan satu
kesatuan, maka saya gunakan istilah ruang-waktu sebagai ganti
"ruang".
2. Ardh, bumi atau tanah; karena bumi baru terbentuk sekitar
4,5 milyar tahun lalu di sekitar matahari, dan tanah di bumi
kita ini baru terjadi sekitar 3 milyar tahun lalu sebagai
kerak di atas magma. Maka saya condong mengartikan kata-kata
ardh dengan istilah "materi," yakni bakal-bumi, yang sudah ada
sesaat setelah Allah menciptakan jagad-raya. Dan karena telah
terbukti bahwa materi dan energi setara dan dapat berubah dari
yang satu menjadi yang lain, maka saya akan mencakup keduanya
dalam istilah energi-materi.
3. Qalam, pena; karena orang dapat menulis sesuatu tak hanya
dengan pena, misalnya dengan lidi-aren, dengan pangkal bulu,
dengan bolpen, dengan vulpen, dengan kuas, dengan mesin ketik
dan lain-lain sebagainya, maka saya condong untuk menggunakan
istilah sarana tulis sebagai ganti "pena". Malahan saya lebih
suka mengartikan sebagai "karya tulis".
4. Dukhan asap atau uap; pada saat awal penciptaan, atom-atom
yang belum berbentuk karena suhu alam masih sangat tinggi dan
elektron-elektron belum dapat ditangkap oleh inti-inti atom,
bahkan inti atom pun pada saat itu belum terbentuk! Oleh
karenanya, maka saya condong menggunakan istilah embunan, yang
kecuali terkandung dalam asap dan uap juga lebih mengena bila
dipergunakan melukiskan gejala yang ditemukan pada suatu
sistem yang mendingin dari suhu yang sangat tinggi (dalam
kasus ini bertrilyun-trilyun derajat).
5. Arsy, singgasana atau tahta; karena melukiskan Tuhan duduk
di singgasana adalah syirik, saya condong untuk menafsirkan
sebagai pemerintahan lengkap dengan sarana, aparatur dan
peraturannya. Sebab jika kita mengatakan: itu keputusan Bina
Graha, hal ini tidak berarti bahwa gedung itulah yang
mengambil keputusan, melainkan pemerintah Indonesia yang
bertindak. Karenanya, maka saya lebih suka mempergunakan
katakata "Pemerintahan" (Allah) untuk mengartikan kata-kata
arsy.
6. Ma', air atau zat alir; karena dalam fase penciptaan alam
itu air yang terdiri dari atom oksigen dan atom-atom hidrogen
belum dapat berbentuk, maka saya memilih maknanya sebagai zat
alir. Dan karena pada saat itu isi alam semesta yakni radiasi
dan materi pada suhu yang sangat tinggi itu wujudnya lain
daripada yang kita dapat temui di dunia sekarang ini, maka
penggunaan istilah "sop kosmos" sebagai keterangan melukiskan
zat yang sangat rapat tapi dapat mengalir pada suhu yang amat
tinggi, tidaklah terlalu aneh.
Minggu, 01 November 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
masuk